Bagaimana Sih Sobat Konsep Konsumsi Dalam Islam Itu?

Oleh: Achmad Rizal, S.E., M.Sc.Fin

Mencari Rizki dalam Islam

Lp-pwnudiy.com, Yogyakarta – Assalamualaikum, Holaaa Sobat Sinau Bareng LPNU DIY! Kalau kemarin kita udah bahas mengenai konsep harta dalam Islam, hari ini kita belajar bareng tentang konsep konsumsi dalam Islam, yuk!

Islam menganjurkan ummatnya untuk berusaha dan bekerja. Hal tersebut disebutkan dalam firman Allah Qur’an Surah Al-Mulk ayat 15:

هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ ذَلُولًا فَٱمْشُوا۟ فِى مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِۦ ۖ وَإِلَيْهِ ٱلنُّشُورُ

Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu dalam keadaan mudah dimanfaatkan. Maka, jelajahilah segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Hanya kepada-Nya kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”(QS.Al-Mulk:15)

Allah menjadikan bekerja sebagai salah satu ibadah yang dicintai oleh-Nya. Jika niat seorang muslim dalam berusaha adalah untuk kebaikan seperti bertanggung jawab terhadap keluarganya, mencukupi kebutuhan keluarga, merawat orang tua, membantu sesama, mencari kemuliaan, mencari pahala dan ganjaran dari Allah dan berbagai hal baik lainnya maka ia akan mendapat pahala atas apa yang ia kerjakan. Hal inilah yang membuat Allah melapangkan rezeki bagi seorang muslim (Habib Muhammad Bin Alwi).   

Dalam sebuah hadist, Rasululullah SAW bersabda “Sesungguhnya diantara dosa itu ada dosa yang tidak dapat dihapus oleh sholat, puasa, haji dan umroh, tetapi dapat dihapus oleh lelahnya seseorang dalam mencari nafkah.

Mencari rezeki merupakan salah satu rahmat Allah untuk manusia. Allah memerintahkan manusia untuk bekerja, mencari rezeki dengan cara yang baik dan benar. Semua yang ada di Bumi ini adalah milik Allah yang diberikan kepada manusia untuk dikelola sesuai dengan ketetapan-Nya. Allah bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Artinya: “Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.” (QS. Al-Baqoroh: 168)

Halal dapat kita artikan “baik” sedangkan thoyyib adalah “benar”. Semua rezeki yang masuk dalam diri kita harus bersumber dari sesuatu yang tidak dilarang oleh syariat. Tidak hanya dzatnya tapi juga bagaimana cara kita memperolehnya. Contohnya, daging kambing adalah halal dan memiliki banyak manfaat bagi manusia. Namun daging kambing bisa berubah menjadi haram jika diperoleh dengan cara mencuri. Selain menjamin daging tersebut diperoleh dengan cara halal, kita juga harus memastikan bahwa daging harus dikelola dengan thoyyib, yaitu dengan menjaga kebersihan, cara memasak, kualitas daging dan lain sebagainya. 

Dalam Tafsir Ar-Razi dijelaskan bahwa “الحَلاَلُ مَا يَكُونُ جِنْسَهُ حَلاَلاً” sedangkan thoyyib adalah “اَنْ لاَيَكُوْنَ مُتَعَلِّقاً بِهِ حَقُّ الْغَيْرِ”, halal berkaitan dengan jenis sedangkan thoyyib adalah tidak tercampur dengan hak orang lain. Allah SWT berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. An-Nisa’: 10)

Berkaitan dengan bagaimana seorang muslim mencari rezeki, terdapat beberapa pedoman yang dijelaskan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW. Pedoman ini bertujuan agar seorang muslim berhati-hati terhadap segala sesuatu yang masuk ke dalam dirinya. 

  • Mencari Rizki yang Halal

Prinsip pertama yang harus dipegang dalam perencanaan keuangan Islam yaitu dalam mencari rizki adalah bahwa mencari yang halal adalah wajib bagi setiap muslim. Islam tidak memasukan rizki yang haram dalam kerangka kategori rizki yang baik dan bermanfaat apalagi mendatangkan keberkahan. Oleh karena itu,dalam perencanaan keuangan hal pertama yang harus diperhatikan adalah bagaimana sumber pendapatan yang diperoleh, apakah sudah halal atau belum. Jika belum halal maka ada baiknya memperbaiki kualitas sumber uangnya terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan Sabda Nabi; 

طَلَبُ الحَلاَلِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya: Mencari yang halal adalah wajib bagi setiap muslim.

  • Bekerja untuk Keluarga adalah Bagian dari Jihad

Poin pokok dalam ajaran Islam yang harus dipegang adalah bekerja mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya merupakan bagian dari seperti jihad di jalan Allah. Tidak ada nilai lain yang harus dipegang karena sudah menjadi suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk semangat dan giat bekerja dalam mencari nafkah. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi SAW dalam kitab Ausad; 

مَنْ سَعَى عَلَى عِيَالِهِ مِنْ حِلِهِ فَهُوَ كَا لمُجاَهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ,وَمَنْ طَلَبَ الدُّنْيَا حَلاَلاً فِى عفاف كَانَ دَرَجَةِ الشُّهَدَاءَ

Artinya: “Barang siapa yang bekerja untuk keluarganya dari perkara yang halal, maka ia seperti mujahid di jalan Allah. Dan barang siapa yang mencari kehalalan dari dunia unuk menjaga kehormatanya maka dia mencapai derajat para syuhada.

  • Daging Harus Tumbuh dari Yang Halal

Dalam Islam ada ancaman yang cukup serius bagi siapa saja yang mengonsumsi makanan haram, sebagaimana dijelaskan dalam hadis di bawah ini; 

كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ حَرَامٍ فَا لنَّارُاَوْلَى بِهِ

Artinya: Setiap daging yang tumbuh dari barang haram maka neraka lebih layak baginya.

مَنْ لاَيُبَالِي مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَ الْمَالَ لَمْ يُبَال اللَّهَ مِنْ أَيْنَ اَدْخَلَهُ النَّارَ

Artinya: Orang yang tidak peduli dari mana sumber hartanya maka Alloh tidak akan memperdulikan dari pintu mana dia akan dimasukan ke neraka.

            Hal pokok lain yang harus menjadi perhatian bagi muslim adalah bahwa selain mereka mengonsumsi makanan yang baik, mereka juga harus mengerjakan amal saleh. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT di bawah ini:

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Artinya: “Wahai para rasul, makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan beramal shalehlah. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Mu’minun: 51)

Secara teoritis, seseorang bisa beramal saleh dengan benar dan baik itu apabila sumber makanannya adalah halal. Artinya, jika kita ingin menjadi seorang muslim yang baik maka kita harus memperbaiki kualitas input makanan yang kita konsumsi. Utamanya berkaitan dengan darimana sumbernya dan kehalalan barangnya. 

Hal Yang Tidak Boleh Dikonsumsi

Dalam ajaran Islam juga terdapat aturan bagi setiap Muslim berkaitan denngan larangan-larangan. Berikut adalah beberapa larangan terkait dengan konsumsi yang tidak diperbolehkan dalam Islam.

  • Larangan memakan riba

Riba adalah salah satu hal yang dilarang dalam aktivitas konsumsi Islam. Riba tidak hanya bermasalah dari sisi pribadi tetapi juga berdampak luas terhadap masyarakat. Riba membuat ekonomi tidak dapat tumbuh dengan baik, dan cenderung menimbulkan krisis ekonomi.

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertawakallah kamu agar kamu beruntung.” (QS. Ali Imran: 130)

  • Larangan Berlebihan (Isrof)

Berlebihan adalah hal yang tidak baik secara ekonomi. Dampak berlebihan adalah tidak efisien dalam pemanfaatan sumber daya. Hal ini tentu akan sangat buruk terhadap ekonomi masyarakat. Sumber daya yang harusnya dapat digunakan untuk hal lain yang lebih produktif justru digunakan untuk hal yang kurang berguna. Misalnya, anggaran suatu keluarga atau instansi yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk investasi, tetapi justru dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak memiliki dampak apa pun. Oleh karena itu perilaku berlebihan ini sangat dilarang dalam Islam, sebagaimana Allah SWT berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا

Artinya: “Janganlah kamu memakan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menghabiskannya) sebelum mereka dewasa.” (An-Nisa: 6)

Referensi

Qoyum, Abdul dan Achmad Rizal. (2022). Perencanaan Keuangan Syariah. Depok: RajaGrafindo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *